Budaya Yang Mulai Pudar
indahnya islam |
Salah satu budaya yang di ajarkan oleh agama islam adalah budaya
malu. Namun alangkah mirisnya karena budaya ini kini sudah mulai memudar.
Pasalnya budaya ini sudah di nilai tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Sehingga perlahan namun pasti budaya malu semakin hari semakin sulit di
temukan. Bahkan boleh di katakana budaya malu sudah hampir musnah dari
peredaran peradaban dunia.
Salah satu bukti yang sering kita dapati adalah busana yang di
kenakan oleh masyarakat pada umumnya. Nasibnya sungguh memprihatinkan. Saat ini
mereka lebih suka menampakkan aurat dari pada harus menutupinya. Ada sebuah
perumpamaan yang menarik yaitu jadilah
seperti jagung, walaupun memiliki biji yang banyak namun dia tetap menutupinya
dengan sangat rapat, dan Janganlah seperti buah jambu monyet yang selalu
memamerkan bijinya yang hanya satu-satunya.
Apabila kita membaca sejarah kehidupan nabi Muhammad kita akan
mendapati bahwa beliau adalah seorang yang sangat pemalu. Suatu hari ketika
beliau berjalan tiba-tiba ada angin yang sangat kencang sehingga mengakibatkan
jubah beliau tersingkap sedikit di bagian betisnya. Spontan muka nabi berubah
menjadi merah yang bertanda dia sangat malu sekali. Ya, itulah sosok teladan
yang telah memberikan contoh terbaik bagi umatnya. Bahkan sebagian sahabat
mengatakan bahwa rasa malu yang dimiliki oleh nabi lebih besar daripada malunya
seorang gadis dalam pingitan.
Namun, kondisinya kini telah berbeda. Kita adalah umat nabi akan
tetapi rasa malu yang kita miliki sangat sedikit. Dahulu nabi sangat merasa
malu ketika jubahnya tersingkap tapi sekarang meskipun betis dan pahanya
kelihatan namun tetap saja kaum hawa tersenyum dengan gembiranya. Seolah-olah
tidak ada yang perlu di persoalkan. Mereka beranggapan bahwa berpakaian adalah
hak azasi masing-masing.
Sudah sepantasnya sebagai umat muslim yang baik kita harus mencontoh
kehidupan nabi Muhammad Saw. Meneladaninya dan mengamalkan sunah-sunahnya.
Salah satunya adalah dengan menerapkan
budaya malu. Pengertian budaya malu sangatlah luas, yaitu malu melanggar aturan
sang Maha Pencipta, malu melakukan maksiat dan malu menentang Allah Swt.
Selain budaya malu yang harus kita benahi, ternyata ada budaya lain
yang nasibnya hampir sama yaitu budaya bersedekah untuk membantu sesama. Sebuah
riwayat menceritakan bahwa suatu ketika di saat rasul sampai di depan masjid
beliau meletakkan sandalnya, tiba-tiba datanglah seorang fakir miskin dan
memandang kearah sandalnya. Maka, setelah beliau mangerjakan shalat langsung
bergegas mencari si fakir miskin. Akan tetapi tidak di temukan. Berikutnya
beliau mencari informasi tentang orang itu.
Beberapa hari nabi mencari, akhirnya beliau mendapatkan alamat orang
tersebut. Kemudian nabi mengunjungi rumah itu dan betapa terkejut sang pemilik
rumah dengan kedatangan nabi Muhammad. Nabi berkata” apakah engkau suka
dengan sandal yang aku pakai? Orang itu menjawab “ benar ya rasul.”
kemmudian nabi berkata lagi “ketahuilah olehmu sandal ini adalah
satu-satunya warisan istriku yaitu khadijah, tapi jika engkau menyukainya
izinkanlah aku untuk memberikan sedekah kepadamu” seraya dengan melepaskan
sandalnya dan dengan senang hati memberikannya kepada si fakir.
Inilah akhlak nabi kita, sebiah ketinggian akhlak yang luar biasa.
Susah rasanya bagi kita untuk meneladani akhlak nabi. Tapi walaupun demikian
kita harus tetap mencontoh sikap yang telah di contohkan olehnya. Sungguh di
luar dugaan beliau rela memberikan barang yang sangat di cintainya.
Fenomena yang terjadi saat ini justru hampir bertolak belakang
dengan apa yang telah di contohkan oleh nabi. Betapa sekarang manusia merasa
enggan untuk membantu saudranya. Alangkah jauhnya kita dari anjuran untuk
selalu membantu saudara kita yang kekurangan. Contoh yang sangat nyata bahwa
kita susah untuk melakukan sedekah adalah di hari jum’at. Dimana kotak infak
berjalan tanpa hambatan sedikitpun. Seolah-olah kotak itu lebih lancar
daripada lajunya kereta api di atas
jalur relnya.
Terkadang kotak itu terhenti dan terdengar suara nyaring pertanda
ada uang koin yang baru saja masuk ke dalamnya. Seseorang yang memasukkan uang
itupun berdo’a dalam hatinya “semoga Allah membaasnya dengan hadiah surga.”
Secaraa logika tentu tidak rasional, bagaiman dengan uang koin bisa masuk
kedalam surga. Bukankah hanya untuk buang air kecil di toilet umum kita harus
membayar dengan uang seribu rupiah. Apa benar, surga senilai uang lima ratus
koin! Rasanya sangat tidak mungkin. Itulah bukti bahwa kita jauh dari
sifat-sifat baik yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad.
Jikalau kita merujuk pada sirah sahabat kita pasti akan mendapati
bahwa untuk mendapatkan surganya Allah Para sahabat rela mengorbankan apa saja.
Jangankan pengorbanan harta, tenaga dan
pikiran bahkan pengorbanan nyawa sekalipun mereka rela melakukannya.
Semoga tulisan ini mampu mengubah cara pandang kita dalam menyikapi
kehidupan di dunia ini.